Bumi seperti sedang berlomba dengan planet lain, ia berputar lebih cepat setiap harinya hingga waktu dikuasai kesempatan yang sudah terlewat, atau penyesalan yang sulit diperbaiki.
“Berisik.” Suara parau setengah berteriak, diikuti suara
benturan ponsel yang mendarat di dinding lalu terkapar di lantai tak berdaya.
Mataku masih terpejam lalu tiba-tiba aku tersadar akan apa yang baru saja
kulakukan. Sial. Kupungut ponselku yang masih kokoh, ia tetap tegar
mengeluarkan bunyi alarm yang menggangguku tetapi anehnya membuatku lega.
Alhamdulillah, anggaran untuk beli ponsel baru belum ada bahkan hingga setahun
ke depan. Setidaknya aku harus merawat ponsel ini agar tetap bisa kugunakan
untuk menerima telepon atau membuka whatsapp. Dengan penuh upaya aku berjalan melewati
baju-baju berserakan dan bungkus sisa makanan yang belum kubuang, menyalakan
lampu LED 10 watt yang dalam sekejap mengubah kamarku yang suram tampak terang
benderang. Dengan langkah gontai aku berjalan menuju kamar mandi, merasakan air
dingin menyentuh tubuhku jengkal demi jengkal, lalu konser pun dimulai.
Neoyeossdamyeon eotteol geot gata
Ireon michin naldeuri ne haruga doemyeon marya
Neodo namankeum honja buseojyeo bondamyeon alge doelkka
Gaseumi teojil deut
Nal gadeuk chaeun tongjeunggwa
Eolmana neoreul wonhago issneunji
Naega neoramyeon geunyang nal saranghal tende
Suara-suara merasa merdu dan lantang dipantulkan oleh
dinding keramik kamar mandi yang jika ia bisa bicara pasti akan protes setengah
mati karena nada-nada sumbang yang setiap hari ia dengar. Belum lagi lirik yang
tidak begitu jelas menambah rumah berantakan itu seketika terasa semakin kacau.
Itulah gambaran kehidupan pagi butaku, paska aku
ditinggalkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar