"Kalau kamu serius, ayo sekarang. Kalau kamu nggak siap, terus kapan? Aku nggak bisa terus-terusan nunggu." Kalimat demi kalimat yang membuat suasana bincang malam itu mencekam, topik macam apa ini?
"Aku serius, tapi jangan sekarang." Vayana ingat persis ia masih kesulitan memberikan alasannya.
"Ingat umur kita sudah berapa?" Suara tegas dan keras keluar kali pertama dari lelaki itu.
"Aku nggak mau kita nikah karena pertimbangan umur." Vayana kesal.
"Dan orang tuaku juga ingin segera." Tambah lelaki itu.
"Apalagi itu? desakkan society? No sayang, aku nggak bisa kalau alasannya cuma itu. Aku pengen kita melangkah karena kita memang benar-benar siap bukan karena orang lain. Dan sekarang kurasa belum." Vayana dengan logikanya yang sulit diterima.
"Kurang lama gimana lagi kita pacaran? Seharusnya yang nuntut masalah ini perempuan." Suaranya terus meninggi diikuti suara bantingan pintu dari balik telepon.
"Please, kasih aku waktu sedikit lagi. Sabar."
**
Tak perlu banyak menunggu, pembicaraan itu berakhir dengan putusan mutlak mereka harus berpisah. Vayana yang merasa perasaannya terhadap kekasihnya itu biasa-biasa saja ternyata tetap bersedih. Ia menghabiskan berjam-jam hanya untuk menangis dan menyesali entah apa. Karena dipaksa bagaimanapun ia belumlah siap, dengan alasan yang tetap sulit ia terjemahkan.
Beberapa bulan lalu saat hubungan ini berjalan lebih dari setahun, Vayana ingat sekali ia berpikir hubungan ini bukan sesuatu yang terlampau penting, tetapi alasan mengapa ia bersedih masih menjadi rahasia hingga bengkak di matanya kini terlihat kentara.
"Apa tanpa aku sadari perasaanku memang berubah jadi sayang? Rasanya nggak."
"Apa sekarang aku mulai berharap? Nggak juga."
"Terus apa Vay?" Pertanyaan demi pertanyaan hingga kemungkinan-kemungkinan menggelayuti kepala Vayana dan akhirnya ia menemukan jawaban.
"Dia adalah seseorang yang menjamin aku bisa menikah saat aku bosan dengan kesendirian dan kesepian, sementara di usia 28 tahun ini aku sudah terlalu sibuk untuk mengenal dan mencintai orang yang baru. Tetapi asuransi itu seketika hilang, tanpa ancang-ancang."
To be cont...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar