"Bangun woy." Vayana berusaha membuka gagang pintu walaupun tak mungkin berhasil karena terkunci dari dalam. Ia melakukan agar tingkat berisiknya lebih terdengar.
"Ok, motor kubawa." Vayana menyerah, ia langsung meraih kunci cadangan dan helm lalu bergegas keluar.
"Tunggu kak." Tiba-tiba di belakangnya barulah Freya berteriak.
"Lelet, aku berangkat sendiri aja." Vayana kesal.
"Aku mau bawa motornya nanti siang." Freya langsung keluar dengan celana pendek dan kaos Bali yang sudah lecek, serta muka bantal dan rambut awut-awutan. Gadis itu siap menganyar Vayana menuju halte.
"Mana maskermu?"
"Nggak usah ah."
"Ya terserah, kalau positif jangan ajak-ajak."
"Idih amit-amit." Freya melajukan motornya melewati rumah-rumah yang masih sunyi senyap. Hanya ada beberapa pekerja yang melintas berjalan kaki, bersepeda,maupun dengan motor. Dengan kondisi seperti itu, bertemu gebetan adalah hal yang sangat tidaklah mungkin. Tapi saat menurunkan Vayana di halte, tiba-tiba Freya melihat sosok yang dari semalam membuatnya sulit tidur. Spontan ia memalingkan muka, memutar arah, dan menarik gas dengan kencang. Vayana bingung melihat adiknya yang terburu-buru bahkan ban motornya nyaris slip.
Dengan jantung yang seperti mau copot, dengan tubuh yang gemetar, dengan penglihatan yang masih belum bekerja sepenuhnya, dengan pakaian yang cukup membuat angin masuk tanpa aba-aba, dengan perut yang mual, dengan berbagai hal-hal minus di pagi buta Freya hampir saja muntah disaat yang sama.
"Shit."
Sampai akhirnya Freya sadar akan sesuatu. Ia langsung membuka instagram second accountnya dan menemukan Rashif masih berada di Bandung 6 jam yang lalu.
"Jadi yang aku lihat tadi? Bangsat." Freya mulai halu.
**
"Kenapa Fre?" Di depan pintu mama menyambut Freya yang masih tampak tidak stabil.
"Ma, bawa aku ke psikolog dong."
"Kenapa emangnya?"
"Kayaknya aku mulai halu deh ma, masa aku lihat Kak Rashif barusan, padahal dia sekarang lagi di Bandung."
"Rashif? Idolamu?"
"Iya." Mama langsung merespon dengan wajah ilfil dan bergegas kembali masuk ke rumah.
Freya menghamburkan diri di atas sofabed di depan Teve, lalu berteriak-teriak tak jelas. Dari pembatas dapur dan ruang keluarga mama melempar wajah anaknya itu dengan serbet.
"Diem woy, masih pagi."
"Kalau agak siangan boleh berisik nggak ma?"
"Gustiiiiii, ada nggak hukumnya anak yang suka ngejek orang tua." Kali ini gantian mama yang berteriak. Freya langsung terpingkal-pingkal melihat tingkah ibunya.
**
"Kemana? Nggak sarapan dulu?"
"Nanti aja, ntar ngantrinya panjang lagi."
"Mau kemana emang?"
"Nyalon ma, biar pas nanti sekolah tatap muka aku udah keliatan cantik."
"Idih, semacam punya duit aja."
"Banyak lah. Aku pergi dulu ya." Dengan rambut keriting tergerai, Freya pergi ke rumah sahabatnya, Jasmine. Berbekal masker wajah, masker rambut, lulur, sampai lemon dan baking soda Freya berencana bermain salon-salonan dengan Jasmine. Tidak lupa dibarengi nonton video-video BTS.
"Kalau sampai awal tahun aku belum ditembak gimana ya?" Mulailah topik cinta-cinta ala Jasmine dan Freya dimulai.
"Ya tembak aja duluan."
"Anjir, ogah." Jasmine merespon sedemikian, tetapi dengan raut wajah senyum-senyum malu-malu kucing. Seperti tidak sinkron antara ucapan dan perbuatan.
"Ya nggak papa, daripada penasaran." Freya si pakar cinta yang jomblo seumur hidup sok-sokan memberi nasihat.
"Takutnya kita jadi renggang." Jasmine menghela nafas dalam.
"Lebih takut kalau dia nggak tau." Freya sok meyakinkan.
"Lah, kamu sendiri gimana sama Kak Rashif?"
"Nggak gimana-gimana."
"Berani nembak duluan?"
"Berani lah, tapi nanti saat pelurunya sudah bisa tepat sasaran."
"Pret ah." Jasmine tahu betul Freya hanya asal bicara. Sahabatnya itu sudah seringkali naksir seseorang dan selalu berakhir gagal. Rashif mungkin akan jadi target gagal yang kesekian.
"Pokoknya kalau aku sudah cantik, terus aku juara kelas, tampil lomba pidato, dan info tentang Kak Rashif lengkap terpenuhi, dia bakal kutembak." Freya senyum-senyum sendiri membayangkan saat itu tiba.
"Kok kayaknya itu mustahil ya?"
"Heee dasar, didukung kek."
"Haha iya iya."
To be cont...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar