Sabtu, 05 April 2025

15

 

            Ragu, ragu-ragu, keragu-raguan, semua sama bukan? Mulai ragu, dan tengah ragu-ragu, hingga menghadapi keragu-raguan. Beberapa malam terakhir seperti banyak ragu dan kerabatnya muncul. Menyangsikan keputusan menjalin hubungan terlalu awal, menyalahkan diri yang jatuh cinta sedemikian cepat, ingin menganulir, ingin mundur saja, tetapi mengapa rasanya kepalang tanggung? Ada rasa berat yang menahan Elok untuk melakukan itu.

            ”Kurang?” Aco memecah lamunan Elok, malam itu di warung coto mereka berdua makan malam bersama seperti biasanya. Aco memotongkan ketupat, menuangkan sambal dan kecap, memeraskan jeruk nipis di mangkuk Elok. Aco pun mengambil sebungkus kacang goreng dan kerupuk melinjo tambahan dari meja sebelah. Segelas teh hangat juga sudah tiba siap diminum. Elok tak pernah diperlakukan demikian.

            ”Kok diem aja dari tadi?” Aco bertanya sembari memakan coto di hadapannya.

            “Nggak apa-apa, laper.” Elok menjawab sembari tersenyum. Ia berusaha menutupi pikiran yang mengganggu.

            ”Kurang sambelnya?” Aco memastikan.

            ”Pas kok.” Elok kembali tersenyum. Aco mengangguk.

            Elok menatap lelaki di depannya, bulir-bulir keringat menetes. Aco seringkali keringatan ketika makan. Lelaki itu tampak lahap, hingga Elok mulai mencoba membuka obrolan.

            ”Kamu pernah deket sama siapa aja di kantor?” Elok membuka dengan hal yang mengganggunya akhir-akhir ini.

            ”Nggak ada, kan aku sama Ratih.” Aco menjawab santai.

            ”Kalian nggak pernah putus?” Elok penasaran.

            ”Nggak pernah.” Aco menjawab dengan yakin sembari menggeleng.

            ”Kenapa?” Aco bertanya balik.

            ”Nggak, ada yang bilang kamu pernah deket sama Safira? Emang iya?” Elok bertanya serius.

            ”Safira? Nggak ada sih. Dia kan sama Mas Juan?” Aco kembali menjawab dengan santai. Elok terdiam.

            ”Siapa yang bilang?” Aco bertanya lagi.

            ”Dia sendiri.” Elok menjawab pelan.

            ”Apa dia bilang?” Aco penasaran.

            ”Kamu deketin dia sampai dia risih dan lapor ke Mas Juan.” Elok menceritakan kembali apa yang ia dengar saat makan siang.

            ”GR banget.” Aco hanya menanggapi singkat, sambil tersenyum kecil.

            ”Jadi nggak pernah?” Elok kembali memastikan.

            ”Nggak pernah.” Aco masih menjawab santai.

            “Kalau Jenni?” Elok berganti objek.

            ”Kok dia?” Aco terlihat bingung.

            “Katanya kamu sering godain dia, ganggu-ganggu dia sampai dia risih dan jauhin kamu.” Elok kembali mengulang hal yang ia dengar. Aco tertawa kali ini. Ia terlihat amat geli.

            ”Gila ya, ngarang banget.” Aco masih tertawa geli.

            ”Ini kata siapa lagi?” Aco bertanya lagi.

            ”Dia sendiri.” Elok menjawab pelan.

            ”Mereka kenapa sih?” Aco terus menampakkan wajah geli yang membuat Elok merasa sia-sia melanjutkan topik ini. Walaupun Elok masih menyisakan 1 nama.

            ”Kamu percaya mereka?” Aco bertanya sambil masih tertawa kecil. Elok mengangkat pundak, tanda tak tahu.

            ”Kamu lihat aja kelakuan mereka, mungkin nggak kalau aku suka?” Aco mengarahkan Elok pada kesimpulan yang ia mau.

            ”Safira emang ke-GR-an, beberapa kali dia bilang andai dia belum sama Mas Juan dia mungkin bisa sama aku. Tapi aku nggak nanggepin.” Aco menyampaikan itu dengan meyakinkan.

            ”Jenni? El menurutmu dia tipeku? Mungkin nggak aku suka cewek kayak dia?” Aco menatap Elok dengan intimidatif.

            ”Mungkin aja.” Elok menjawab polos.

            ”Kamu nggak kenal aku berarti. El, nggak mungkin aku suka cewek sepasif itu. Bukan tipeku. Dan kalau dia bilang aku godain dia, sumpah itu hal paling aneh yang aku denger. Asli Jenni parah.” Aco berbicara sambil menggelengkan kepalanya.

            Elok tak punya tenaga lagi untuk membalas ucapan Aco, dengan beberapa argumen itu saja Elok merasa masuk akal apa yang Aco sampaikan.

            ”Yang penting sekarang kita.” Aco melihat Elok dalam-dalam. Elok menunduk, tak bisa ia melihat wajah itu terlalu lama. Aco mengusap-usap punggung tangan Elok.

            Usai mereka pulang dan kembali ke kost masing-masing, Aco menelepon Elok. Rutinitas itu benar-benar mereka lakukan setiap malam.

            ”Sudah siapin minum?” Aco dari layar ponsel..

            ”Sudah.” Elok menjawab sembari memperlihatkan sebotol air mineral.

            ”Aku sekarang pakai instagram.” Aco memperlihatkan akun instagramnya yang baru ia buat. Elok tersenyum, itu hal yang ia sarankan pada Aco sebelumnya.

            ”Boleh nggak fotonya ini?” Aco memperlihatkan foto mereka berdua saat mereka makan berdua di warung coto, foto itu yang ia pasang sebagai profile instagramnya.

            ”Boleh.” Elok mengangguk saja. Elok melihat akunnya, lalu mengikuti dan mengunjungi profile kekasihnya itu. Beberapa orang sudah ia ikuti, yaitu om, tante, sepupu dan adik-adiknya. Tetapi saat melihat kolom pengikut, ada beberapa kawan kerja yang sudah mengikuti Aco.

            ”Yakin nggak apa-apa fotonya?” Elok baru tersadar.

            ”Nggak apa-apa.” Aco santai.

            ”Ada Mas Iyan.” Maksud Elok di kolom pengikut.

            ”Ya nggak apa-apa mereka tau, masa mau sembunyi-sembunyi terus?” Aco terlihat yakin. Hati Elok menghangat, seharusnya sedari awal tak perlu ia ragukan kekasihnya itu. Kalaupun benar ia pernah dekat dengan siapapun sebelumnya, bukankah itu sudah masa lalu? Dan Elok tak punya hak menghakimi itu. Elok mulai meyakinkan diri untuk tidak lagi mempermasalahkan hal itu. Persetan dengan Safira, Jenni, Dinda, semuanya ia tak peduli. Ia hanya ingin fokus pada Aco.

 

**

 

            Malam itu usai menutup telepon Aco, Elok membuka Line. Disana ada pesan dari Gardana. Pesan beberapa menit lalu yang belum Elok baca.

            ”Udah tidur?” Elok membuka pesan itu, tetapi ia enggan membalasnya. Menyadari Elok membaca pesannya, Gardana mengirim pesan tambahan.

            ”Boleh telepon bentar?” Belum sempat Elok membalas, Gardana sudah menelepon.

            ”Iya.” Elok sedikit gugup.

            ”Apa kabar?” Gardana bertanya lirih sedikit berbisik.

            ”Sehat. Kamu?” Elok bertanya balik.

            ”Sehat, alhamdulillah aku sudah lulus.” Gardana menyampaikan kabar baik itu dengan senyum getir.

            ”Alhamdulillah. Sudah tau mau lanjut kemana?” Elok berbasa-basi.

            ”Belum tau, tapi kayaknya kerja.” Gardana menjawab hati-hati.

            ”Good luck ya.” Elok terus berbasa-basi. Ia seperti ingin segera mengakhiri panggilan ini.

            ”Gimana sama Zidane?” Gardana mengetahui nama asli Aco.

            ”Baik kok.” Hanya itu yang bisa keluar dari mulut Elok.

            ”Oh ya aku denger kamu sekantor sama Dharma ya.” Gardana membuat Elok semakin ingin menghindari topik ini.

            ”Iya.” Elok menjawab pelan.

            ”Ya udah, lanjut aja kalau mau tidur. Jaga kesehatan.” Elok bergegas menutup panggilan itu. Ia merasa tak enak dengan Gardana, ia pun merasa bersalah dengan Aco, ia merasa sudah membohongi Dharma, semuanya membuat ia gelisah. Malam itu ia sulit tidur, banyak hal yang mengganjal pikirannya.

 

**

 

            Setelah jam kerja berakhir, Elok pulang lebih dulu. Aco masih ada agenda rapat dan belum ada tanda-tanda hendak pulang. Sesampainya di kamar, Elok menerima panggilan dari Dharma, awalnya Elok mengira ini terkait pekerjaan.

            ”Halo, iya.”

            ”Lagi dimana El?” Suara Dharma terdengar jelas.

            ”Udah di kost, kenapa?” Elok menjawab cepat.

            ”El, kamu serius sama cowok itu?” Dharma bertanya dengan tegas.

            ”Kamu nggak tau tabiatnya?” Dharma semakin meninggi.

            ”Iya aku udah denger kok dia pernah deketin Dinda ya?” Elok menjawab santai.

            ”Terus kenapa kamu lanjut?” Dharma terdengar marah.

            ”Makasih ya udah khawatir, aku juga masih cari tau gimana dia sebenernya.” Elok mencoba terdengar welcome dengan nasihat Dharma. Walaupun dalam hatinya ia sudah bertekad untuk tidak mendengarkan apapun.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Popular Posts