Dear Diary, hari ini 7 december 2021.
Sudah hari ketiga aku memfollow IG orang itu. Beberapa hal terpaksa harus kusimpulkan.
Ia orang yg agamis, ia berpikiran rumit, ia seringkali ragu-ragu, terlihat dari sorotan dan postingannya tentang doa, lalu juga kebiasaanya memposting story lalu menghapusnya beberapa saat kemudian. Ia gemar naik motor, gemar pergi ke tempat-tempat cantik, 1 2 point itu cukup membuatku terkesan.
Ada beberapa hal yang membuatku berpikir ia pastilah orang yg tidak selalu mulus dalam hubungan. Tetapi ia juga orang yang mudah mengenal orang lain, mudah berteman, terlihat dari following dan kolom komentar di postingannya yang tampak selalu ramai.
Mungkin ekspektasiku tidak serta-merta benar, tetapi bisa jadi benar, kalaupun tidak aku ingin mengarsipkan perasaan hari ini. Perasaan jatuh cinta pada pendengaran pertama. Apakah dia sudah menyadari bahwa di dunia ini ada makhluk bernama "aku"?
Sebuah tulisan yang ketika Vayana membaca ulang beberapa menit kemudian ia merasa geli sendiri.
"Jijik sekali kamu Vay. Jangan sampai ada yang baca tulisan ini." Rapat-rapat ia simpan buku tebal bergaya etnik bersampul kulit itu ke dalam lemari, ia tumpuk dengan box hair dryer, catok, dry box kamera, dan perintilan-perintilan lain agar tidak kentara.
**
Menghadapi pekan sibuk, annual stock take dan closing pembukuan segala macam hal membuat Vayana kelelahan. Disaat semacam ini biasanya ada seseorang tempat ia meluapkan keluh kesah. Orang yang sebenarnya juga tampak tidak nyaman menerima setiap aduan.
"Iya, jangan ngeluh terus ah."
"Yang semangat dong."
"Ishhh, lemah."
"Sedikit-sedikit sakit, tapi sukanya telat makan, nggak pernah olahraga."
Kalimat-kalimat yang terngiang-ngiang di kepala terus coba ia hapus.
"Sial, kenapa rasanya jadi menyebalkan."
Tetapi pikirannya yang lain mendadak punya ide. Iya ingin mengarsipkan perasaan ini kakau-kalau bisa ia jadikan senjata untuk membuat sesuatu. Pelan-pelan Vayana menulis bait demi bait tulisan untuk menggambarkan hal-hal menyesakkan yang saat ini ia rasakan.
Desak
Ingin kutinggalkan semua hidupku di sini
Pergi jauh ke tempat baru
Agar lepas beban
Lepas semua desakan
Menikah bukan tujuanku kini
Bolehkah kupikirkan nanti
Aku hanya ingin , menyembuhkan diri
Tanpa pelarian lagi
Kalimat yang jika diamati ulang lebih mirip lirik lagu itu menjadi perantara perasaan Vayana, sekalipun tak semua bisa ia wakilkan dengan itu. Vayana berusaha mengorek-mengorek perasaan mengganjalnya namun tak banyak kata bisa ia keluarkan. "Ah, setiap kali coba diingat, malah lebih sering lupa." Muncullah sebuah gagasan baru setelah keluar satu kalimat majemuk yang tak sengaja terlontar itu.
"Iya ya, semakin diingat, semakin lupa. Semakin dilupakan, semakin ingat. Sepertinya perasaan tersiksa itu memang lahir dari penolakkan kita terhadap arah angin, kita terlalu sering melawan, sehingga lelah sendiri kan?" Vayana bergumam, namun jelas sekali itu meluncur dengan lancar dari mulutnya.
"Sang filsuf bersabda." Suara Freya di depan pintu meracau dan merusak konsentrasi Vayana.
"Keluar nggak?" Vayana berteriak dan melotot ke arah adiknya itu sambil melempari bantal guling dan lainnya.
"Ampun, ampun." Freya berlari keluar dan masih terus mengejek.
"Diaaaaaam." Mama mulai frustasi melihat kedua anaknya yang ribut hampir setiap hari.
To be cont...